Rabu, 18 Februari 2015

TELADAN SEORANG ULAMA


Alhamdulillah, was sholatu was salamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Para ulama merupakan pewaris para Nabi dan Rasul Sallallahu alaihi wa sallam, dan mereka adalah makhluk paling tahu tentang kebenaran dan penuh kasih dan sayang kepada sesama makhluk.

Telah dikisahkan oleh Abu Islam Sholih bin Taha Abdul Wa'hid, murid  As Syaikh Muhammad Na'siruddin Al - Albany rahimahullah berkata, suatu hari aku mengerjakan sholat subuh di masjid dekat rumah ku,  kemudian aku menuju ke rumah As-Syaikh, maka aku menjumpai beliau berada di maktabah (perpustakaan dirumah ) seperti biasanya, kemudian aku bertanya-tanya tentang masalah ilmiah, dan setelah usai aku berkata kepada beliau, wahai As-Saikh, aku memohon kepada Syaikh agar memberikan nasihat khusus untuk diriku.

Asy-Syaikh berkata, " Aku nasihatkan kepada dirimu, sebagaimana aku menasihati untuk diriku sendiri, dan ada tiga perkara; 

* Pertama, agar mengamalkan ilmu sekuat tenaga dan kemampuannya, karena Allah Ta'ala telah memberikan pujian bagi orang-orang yang mengamalkan ilmu mereka, sebagaimana firman Allah Ta'ala, " (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran ". ( QS. Az-Zumar 9 ).

Dan sebaliknya, Allah Ta'ala memberikan celaan dan cercaan kepada mereka yang tidak beramal untuk ilmu yang telah diketahui, sebagaimana firman Allah Ta'ala, " Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? ". ( QS Al - Baqarah 44 ).

Allah Ta'ala berfirman, " Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim ". ( QS. Al- Jumu' ah 5 ).

Berkata Abu Dar'da' radhiyallahu anhu, "  Sesungguhnya aku merasa takut dihadapan Allah Ta'ala pada hari kiamat, sekiranya Aku dihadapkan para makhluk semua dan dikatakan, " Wahai manusia, apa yang telah kamu amalkan dari ilmu yang telah kau ketahui. .? ". ( Sohih targhib dan tarhib ).

Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Sungguh tidak akan bergeser kaki seorang hamba kelak pada hari kiamat hingga ia ditanya empat perkara, diantaranya, tentang ilmu yang ia dapatkan, apa yang sudah ia amalkan. .? ". ( HR. Tirmidzi ).

Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Perumpamaan seorang yang memiliki ilmu yang mengajarkan kepada para manusia dan melupakan diri sendiri, ibarat lilin yang menerangi manusia dan membinasakan diri sendiri ". ( HR. Thobroni ).

Dahulu Nabi Sallallahu alaihi wa sallam senantiasa memanjatkan doa perlindungan kepada Allah Ta'ala dari ilmu yang tidak bermanfaat, "  اللهم إني أعوذ بك من علم لا ينفع،  ومن قبل لا يخشع،  ومن نفس لا تشبع، ومن دعوة لا يستجاب لها  ". ( HR. Muslim ).

Yang artinya, " Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusuk,  dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan ".

Wahai para saudaraku, dahulu Syaikh Al Albany rahimahullah merupakan sosok ulama yang senantiasa mengamalkan ilmunya, kita bisa melihat bagaimana pakaian, makanan, minuman, tidurnya, bangunnya, canda nya, sholat, puasa, ibadah, dan seluruh kehidupannya bahkan wafat nya pun diatas As-Sunnah.

Suatu hari kita dalam suatu rombongan mengadakan kegiatan di suatu tempat bertepatan dengan hari senin, kita dibikin heran ketika beliau berpuasa sedangkan usia beliau lebih dari delapan puluh tahun.

Suatu ketika, tatkala kita dalam serangkaian acara, setelah usai tanya jawab, dan dijumpai salah seorang dari mereka membawa senapan berburu, dan disana diletakkan suatu target untuk membidik nya, maka tak seorang dari rombongan dapat membidik sasaran dengan baik, hingga akhirnya As-Syaikh mengambil gilirannya, dan ditembak kan senapan tersebut tepat mengenai sasaran hingga semua merasa heran, mengiranya hanya sekedar kebetulan, dan diulangi kembali menembak sasaran dan tepat mengenai nya, dan hal ini mengamalkan firman Allah Ta'ala, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya ". ( QS. Al-Anfal 60 ).
Dan didalam As-Sunnah disebutkan tafsir ayat tersebut Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Ketahuilah,bahwa kekuatan adalah melemparkan senjata ". (panah dan semisalnya). (HR. Muslim ).

Tatkala hal ini di tanyakan kepada putra As-Saikh tentang kejadian tersebut, maka ia bercerita sesuatu yang lebih mengherankan, yaitu tatkala dahulu selagi tinggal di Syam, ketika aku mengendarai mobil dan As-Saikh duduk dibelakang dan membuka kaca, seraya membidik seekor burung dan mengenai tepat sasaran sedang mobil dalam kondisi berjalan ".

* Perkara kedua, As-Saikh memberikan nasihat, agar diriku tidak banyak berharap terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain, sebagaimana hal ini, pernah seseorang sahabat meminta wasiat kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam , wahai Rosulillah, berikan kepada diriku sebuah wasiat yang singkat, maka Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Hendaknya dirimu berputus asa dari sesuatu yang ada ditangan para manusia ". ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah ).

Hal ini dikarenakan, tidak berharap terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain akan menumbuhkan kemandirian dan kemuliaan jiwa, sebagaimana Malaikat Jibril berpesan kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Ketahuilah, bahwa kemuliaan seorang mukmin adalah mendirikan shalat malam dan merasa tidak butuh kepada para manusia " . ( HR. Hakim dan Thobroni ).

Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang sahabat yang meminta kepada Nabi agar ditunjukkan kepada suatu amalan jika ia mengerjakan nya niscaya mendapatkan kecintaan Allah Ta'ala dan kecintaan para manusia, maka Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Berbuat zuhud lah engkau didunia niscaya akan dicintai Allah Ta'ala, dan jauhkanlah dirimu dari meminta apa yang ada ditangan para manusia, niscaya engkau akan dicintai manusia ". ( HR. Hakim dan Ibnu Majah ).

Selagi seseorang menjauhi dari sikap meminta - minta kepada manusia, sehingga akan melahirkan penghormatan dan kemuliaan.
Suatu hari datang seorang arab badui ke kota Bashroh, dan bertanya kepada para penduduknya, siapa orang yang paling mulia di kota ini ? , maka para penduduk berkata, " Al - Hasan " . Kemudian ia bertanya kembali, apakah yang menjadikan Al - Hasan mulia ? , kemudian dijawab ; " Para manusia butuh terhadap ilmunya, sedangkan ia tidak butuh terhadap apa apa yang dimiliki oleh para manusia " .

Dengan demikian sebagai halnya para Nabi dan Rasul, mereka merupakan makhluk yang paling zuhud dan tidak butuh terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, menebarkan ilmu dengan tanpa imbalan, dan senantiasa menjunjung tinggi firman Allah Ta'ala, "Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)". ( QS Yunus 72 ).

Para saudaraku, As-Saikh rahimahullah tergolong sosok yang paling zuhud dan merasa tidak tertarik dengan apa yang ditangan manusia, dan beliau bercerita, “ Alhamdulillah dengan taufiq Allah Ta'ala aku diberikan kemampuan semenjak usia muda untuk mempelajari dan menguasai ilmu tentang memperbaiki jam tangan, yang sama membutuhkan ketelitian dan ketekunan sebagai halnya mendalami ilmu As-Sunnah An-Nabawiyah, yang mana aku selalu menyisihkan waktu dalam sepekan selain hari selasa dan jum'at tiga jam di siang hari, yang dari nya aku dapat mencukupi kebutuhan harian diriku dan keluarga ku, dan hal ini berdasarkan sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Sebaik-baik rizki adalah merasa cukup ". ( silsilah sohihah 1834 ).

Dan tidaklah diragukan lagi, bahwa merasa cukup adalah berbeda antara satu dengan lainnya, berdasarkan waktu, tempat, individu, dan keadaan. Sepantasnya orang yang cerdas meletakkan sesuatu sesuai porsi masing masing, tidak kurang dan tidak lebih, dengan demikian sedikit orang yang selamat dari bencana menumpuk harta, terlebih dimasa sekarang ini, yang mana telah terbuka pintu fitnah, semoga kita diberikan penjagaan dan diberikan kecukupan sebagai rizki di kehidupan kita.

Dan suatu hari beliau di tanyakan tentang hak cipta karya beliau, kemudian menjawab;  Itu merupakan penghasilan yang toyyib/baik.
Dan beliau tidak pernah mematok harga dari buku buku karya beliau, akan tetapi beliau sering kali mengatakan kepada pencetak buku, " Tentukanlah harganya sebagaimana yang engkau pandang layak hal tersebut ".

* Perkara ketiga, hendaknya engkau tidak berbicara dan berbuat sesuatu kemudian merasa menyesali di hari esok, hal ini sebagai mana sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, " Jika engkau mengerjakan sholat, maka tunaikanlah sholat tersebut seakan akan itu merupakan sholat yang terakhir kali engkau kerjakan, dan janganlah kamu berbicara dengan suatu kalimat yang engkau esok hari menyesali nya, dan berputus asa lah dari apa yang dimiliki tangan manusia ". ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah ).

Yaitu, hendaknya kita menjaga lisan, dan timbanglah suatu ucapan sebelum engkau lontarkan, sebelum mendapatkan penyesalan, akan menampakkan celah dan aib bagi yang merenungi nya.
Selagi engkau menahan ucapan, maka engkau masih selamat, dan renungkan apakah akan membawa hasil baik atau buruk, beruntung atau merugi, mendapat pahala atau dosa, sekiranya membawa dampak maslahat maka ucapkan, dan apabila menjerumuskan ke dalam keburukan maka cegahlah, dikarenakan setiap yang membawa keburukan, engkau pasti akan dicaci, dicela, dan mendapatkan dosa, sehingga engkau akan menyesali nya di lain waktu, dengan itu engkau menjadi rendah dah hina, dan, " tidak pantas seorang mukmin merendahkan jiwa nya ". ( HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ).

Bisa jadi lantaran satu ucapan mewarisi kehinaan selama lama nya, pada hakikatnya engkau tidak membutuhkan hal itu, maka tidak ada cara selamat kecuali harus senantiasa berhati-hati dan bertutur kata yang baik, tinggalkan ucapan kotor, dan hindari sesuatu yang menghancurkan pahala dan penyesalan, dan berusaha mengamalkan firman Allah Ta'ala, " Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia  ". ( QS Al Isrā 53 ).

Alangkah indahnya suatu nasihat yang mengatakan :
" Sekiranya dirimu menghendaki selamat dari gangguan, perjalanan mu dikenang, dan harga dirimu terjaga dengan baik, hendaknya lisan mu jangan sekali kali merobek aurat manusia, karena tubuh mu penuh dengan aurat, sedangkan para manusia juga memiliki lisan ( dapat melakukan seperti apa yang engkau lakukan ).

Betapa bijak nya suatu ucapan yang mengatakan : " Sekiranya berbicara merupakan sebongkah perak, maka diam adalah sebongkah emas ".

Allah Ta'ala berfirman, " Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.  Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali ". ( QS An-Nisa ' 144-115 ).

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang yang menghendaki keselamatan maka bersabda, " Tahanlah lisanmu ini ". ( HR. Tirmidzi ).

"""" كتاب : حياة السعادء  17-24 """"

1 komentar: